Cerita sebelumnya...
Bagaimana dengan papa? Apakah aku ragu akan ketulusan ucapannya? Apakah aku akan meragukan orang yang sudah susah payah mencari nafkah, membesarkanku, membimbingku, menasihatiku, menjagaku, memarahiku dengan cintanya, melakukan segalanya untukku bahkan bersedia mengorbankan jiwanya demi aku?
-----
Aku terdiam dalam sunyi sambil memandangi lalu lintas yang aku lalui. Sesekali aku memandangi Papa yang duduk di sampingku sambil menyetir mobil. Papa dan aku sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah. Kami habis pergi ke toko buku untuk membeli beberapa perlengkapan sekolahku.
Aku menyalakan mp3 player yang ada di mobil. Alunan musik yang indah dan suara penyanyi yang merdu dari grup musik Kahitna mulai memecah keheningan. Grup musik yang terdiri dari 9 personil ini adalah grup musik favoritku. Kahitna memang sudah ada sejak lama sekali sebelum aku lahir. Tapi lagu-lagunya membuatku jatuh hati. Heheh..
Aku dan Papa mulai bernyanyi dan sesekali tertawa. Aku merasa senang bisa tertawa bersama dengan Papa. Kemudian terdengar lagu yang judulnya “Takkan Terganti”. Aku bertanya kepada Papa apa maksud si penyanyi tentang kepergian sang kekasih. Apakah ia meninggal? Papa hanya menjawab, yang jelas sang kekasih pergi.
Kemudian lagu berikutnya mulai terdengar.
“Kau ungkapkan, kepadaku...
Kan ada saatnya nanti, engkau milikku satu...”
Ah, lagu ini. Judulnya Cinta Sendiri. Salah satu lagu favoritku. Lagu ini mengingatkanku kepada seseorang yang... Ah, sudahlah jangan diingat lagi. Sakit. Kemudian aku bercerita kepada Papa betapa sedihnya kalau kita mencintai tanpa dicintai. Betapa sakitnya cinta kita digantungkan. Tapi aku tidak berbicara dengan Papa dengan kata-kata yang tadi. Terlalu puitis. Papa hanya menjawab:
“Makanya, kalo kamu suka sama cowok, jangan terlalu seneng. Biasa aja. Nanti kalo kamu dilepas sama cowok itu, jatuhnya sakit.”
Jleb, pa. Ngena, banget.
Papa emang “The World’s Best Dad”. Papa selalu punya feeling yang bisa sesuai dengan apa yang aku rasain. Disaat aku pengen apa, papa bisa nebak. Pas aku lagi sedih, papa akan dengan senang hati membangun kembali mentalku yang jatuh. Dan disaat aku sedang ‘terpuruk’, Papa dengan kasih sayangnya siap memberiku nasihat yang rasanya tuh... Nyess, jleb, kena, pluk.
“Ehehe iya Pa.” Aku hanya menjawab dengan nada seakan akan aku tidak merasakan yang barusan papa ucapkan. Padahal kenyataanya...
“Tapi hukum karma berlaku kan, Pa?” tanyaku kemudian
“Iyasih berlaku tapi kan, ya.. jagalah perasaan kamu jangan sampe terlalu seneng nanti bisa sakit hati.”
“Iya, pa.”
MP3 player memainkan lagu berikutnya. Untung bukan lagu galau lagi. :)