Saturday, October 12, 2013

I Love You, Pa

Cerita sebelumnya...

Kalo aku punya 1000 bintang yang mau ngabulin 1000 permintaan aku, 999 bintang diantaranya akan kupakai untuk berharap kalian kembali. Dan dari satu bintang yang tersisa, akan aku gunakan untuk berharap mendapatkan 1000 bintang lagi yang akan aku gunakan untuk memohon agar kita bisa hidup bahagia bersama.

-----

“Vanessa!!! Bangun! Udah siang...” teriak mama dari dapur.

Aku segera bangun dan melihat jam. Gawat! Jam 6.00! Aku langsung mandi dan mengenakan seragam sekolah. Menata buku seadanya dan berlari ke dapur. Semuanya aku lakukan dengan terburu-buru.

“Ma, nessa hari ini gak sarapan di rumah ya. Nessa udah telat nih ma.” Jawabku sambil memakai sepatu.

Mama dan Papa yang memperhatikan aku daritadi hanya tertawa.

“Ma, Pa, kok pada ketawa sih?” tanyaku dengan nada kesal.

“Kamu tau nggak hari ini hari apa?” tanya Papa balik sambil menahan tawa.

Aku mengambil handphone ku yang kutaruh di saku kemeja. Aku melihat kalendar yang ada di hapeku. Mataku terbelalak kaget.

“Heumm...”

“Hari apa, Nessa?” tanya Papa lagi.

“Sabtu, pa.” Ucapku lemas.

“HAHAHAHA...” mama dan papa tertawa dengan bangganya karena melihat tingkahku.

Aku segera balik ke kamar dan mengganti bajuku. Kemudian aku kembali ke ruang makan untuk sarapan.

“Pagi, sayang” sapa papa

“Pagi juga pa.”

“Jangan lupa ya nanti belajar. Kan kamu mau UTS.”

“Hiks UTS. Males banget huhuhuhu. Iya, pa.”

Papa kemudian beranjak dari meja makan. Aku segera mengambil sarapanku. Aku mulai memakannya dan hanyut dalam diam. Kemudian papaku kembali ke meja makan sambil berkata,

“I love you.”

Jleb. Speechless.

Aku hanya tersenyum malu ke arahnya. Aku tidak berani menjawabnya. Betapa konyolnya diriku.

Aku segera menghabiskan sarapanku dan masuk ke kamar. Sesampainya di kamar aku langsung duduk di meja belajar dan membuka buku. Baru membaca halaman pertama, pikiranku sudah melayang ke hal lain.

Aku ingat dengan apa yang tadi papa ucapkan. Papa memang sering mengucapkan kata-kata seperti itu. Namun disaat-saat seperti ini — yah, saat saat dimana aku sedang sedih — itu rasanya amat sangat berbeda. Kata-kata yang tadi di ucapkan papa sangat tulus. Dan aku tidak menjawabnya!

Kemudian, aku ingat RPW. Betapa mudahnya aku mengatakan “I love you” kepada orang yang tidak kuketahui dengan pasti. Tapi kenapa aku susah sekali mengucapkannya kepada orang yang selama ini selalu ada untukku? Selalu bersedia menemaniku. Disampingku. No matter what happens.

Betapa mudahnya aku mendapat kalimat “I love you” dari seseorang, tapi apakah orang itu benar benar mengatakannya secara tulus? Bagaimana dengan papa? Apakah aku ragu akan ketulusan ucapannya? Apakah aku akan meragukan orang yang sudah susah payah mencari nafkah, membesarkanku, membimbingku, menasihatiku, menjagaku, memarahiku dengan cintanya, melakukan segalanya untukku bahkan bersedia mengorbankan jiwanya demi aku?

Oh, god. Betapa bodohnya aku selama ini. Betapa durhakanya diriku.
Pintu kamar terbuka. Oh, rupanya papa.

“Eh, kamu ngelamun aja. Belajar sana. Atau ada yang nggak ngerti?”

“Hmm.. Ya, gitu deh.”

“Kalo nggak bisa jangan diem aja dong. Tanya sama papa atau nggak sama mama.”

Tuhkan bener. Perhatian banget sih nih orang...

“Iya, pa.”

Papa hanya mengangguk dan segera memutar badannya hendak keluar dari kamarku.

“Pa, bentar.” Panggilku.

“Hm?” papa memutar badannya menghadapku.

Aku segera berlari kearahnya dan memeluknya dengan erat.

“Yang tadi di meja makan.. I love you too, pa.”

Papa langsung tersenyum dan mengelus kepalaku dengan lembut. Kemudian aku melepas pelukku dan segera kembali ke meja belajar. Papa pun menutup pintu.

Papa, mama, maafin aku ya yang selama ini udah nggak peduli sama kalian. Sibuk main RP. I love you...