Friday, October 4, 2013

Antara 1000 Bintang dan 1 Ibu

Cerita sebelumnya...

Sesekali aku tersenyum memandangi kejadian aneh dan berharga di RPW. Sampai akhirnya, pandanganku terhenti di barisan foto yang mengingatkanku kepada temanku yang sudah lama pergi dari dunia RP ku. Aku membaca tulisan yang ada di foto itu. Berusaha mengingat kembali akan semua yang sudah terjadi.

-----

Aku duduk termenung di dekat jendela kamarku. Memandangi kebun rumahku yang basah terkena air hujan. Sesekali aku menyenderkan kepalaku di kaca jendela. Dingin. Itu yang kurasakan malam ini. Aku memandang langit yang gelap. Tak tampak olehku satupun titik terang di langit yang biasa dipanggil bintang maupun sang rembulan.

Aku kembali teringat dengan kejadian sore tadi. Saat aku menangis karena kepergian mereka, para sahabatku yang kutemui di RPW. Aku sudah merasa lebih baik. Walaupun sebetulnya masih ada perasaan tidak rela mengganjal di hatiku.

Aku teringat sebuah kalimat yang kudapatkan dari kartun Winnie the Pooh: “I wonder how many wishes a star can give.” Kalo aku punya 1000 bintang yang mau ngabulin 1000 permintaan aku, 999 bintang diantaranya akan kupakai untuk berharap kalian kembali. Dan dari satu bintang yang tersisa, akan aku gunakan untuk berharap mendapatkan 1000 bintang lagi yang akan aku gunakan untuk memohon agar kita bisa hidup bahagia bersama.



Aku menghela napas panjang.

Dadaku terasa sedikit sesak karena udara begitu dingin malam ini. Aku memang alergi dingin. Sesekali aku bersin sebagai efek penolakan dingin dari tubuhku. Aku beranjak dari kursi dan berjalan ke arah kasur. Aku mengambil file keeper ku yang berisi chord lagu beserta liriknya dan gitar kesayanganku. Kupetik sebuah lagu sambil bernyanyi. Dalam nyanyianku, tidak lupa aku bersin. Mengesankan.

Aku membolak balik halaman file keeperku. Begitu aku menemukan lagu yang menarik perhatianku, segera aku memainkannya sambil bersenandung. Sesekali aku menemukan lagu yang membuat aku ingat pada teman RPW ku yang sudah pergi. Namun aku melewatkan lagu itu. Aku sedang tidak mau sedih.

Tidak lama kemudian, saat aku membalik ke halaman berikutnya, tatapanku berhenti di sebuah lagu yang berjudul “Album Biru”. Sebuah lagu yang memiliki makna yang sangat dalam yang menceritakan betapa hebatnya kasih seorang ibu. Sebuah lagu karya Melly Goeslaw yang dapat membuat aku menangis. Tidak. Aku sedang tidak ingin menangis.

Aku segera membalik halaman file keeperku ke halaman berikutnya. Yang kutemukan hanyalah halaman kosong. Sudah tidak ada lirik lagu yang dapat kumainkan lagi. Aku belum sempat menambah lirik baru. Huft. Aku merebahkan badanku di kasur. Lelah rasanya.

Kakiku terasa dingin. Aku menggerakkan jemari kaki namun rasanya hampir mati rasa. Kenapa udara malam ini begitu dingin. Aku segera bangun dan berjalan keluar kamar menuju ke dapur. Ada mama di dapur.

“Hai, ma.” Sapaku sambil mengambil susu bubuk, gelas, dan sendok.

“Hai, nes.” Jawabnya. “kamu pasti kedinginan deh makanya bikin susu.”

“hehe, iya gitu deh mah.” Jawabku sambil mengaduk susu yang sudah kuseduh dengan air panas. “yaudah mah, aku ke kamar dulu ya” lanjutku sambil berlalu membawa susu coklat yang panas. Hmmm lezat!

“hati-hati jangan sampai tumpah. Nanti kamar kamu disemutin.”

“hihi. Siap mah..”

Sesampainya di kamar, aku hanya duduk dan minum susu coklat yang tadi sudah aku buat. Bingung mau ngapain. Aku segera membuka file keeperku. Kali ini dari belakang. Jadi lirik lagu yang aku temukan langsung “Album Biru”.

Aku memandangi kertas tersebut. Aku menimbang nimbang dan sampai pada suatu keputusan. Hanya bernyanyi bukan? Tidak perlu menangis. Baiklah, mari kita mainkan lagu ini.

Aku mengambil gitarku dan mulai memainkan lagu tersebut. Sesuatu melintas di pikiranku. Aku baru menyadari bahwa selama ini aku sudah bersikap begitu konyol. Meratapi yang maya dan mengabaikan yang nyata. Aku sudah menangisi kepergian temanku yang tidak kukenal pasti. Namun aku mengabaikan mama yang selalu hadir di sampingku. Mengisi setiap hariku. Berdoa, bekerja, menasihati, melakukan segalanya untukku.

Tiba-tiba mama membuka pintu kamarku. Ia melanjutkan lagu yang sedang ku mainkan.

“Ohh Bunda, ada dan tiada dirimu kan selalu, ada di dalam hatiku...” lanjutnya dengan merdu.

“Mama!” aku segera meletakkan gitarku diatas kasur, berlari kearahnya, dan memeluknya erat-erat.

“apa sayang?”

“ma, maafin aku soalnya aku suka nggak dengerin mama, seenaknya sendiri, jadi anak yang gak patuh. Maafin aku ma...” ucapku sambil menangis.

“iya nggak papa. Mama tetep sayang kok sama kamu.” Jawabnya sambil mengelus kepalaku.

Aku terenyuh. Aku tidak tahu harus mengatakan apa. Hatiku terasa sejuk.

“ma, I love you..”

“I love you more...”

Aku berusaha menghentikan tangisku.

“eh kamu udah malem gini kok belom tidur? Senin kan kamu UTS. Belajar dong jangan main gitar mulu.” Ujar mama. Waktu menunjukkan pukul 21.10.

“Oh, iya, ma. Hehe..”

“Besok mulai belajar ya. Yang serius. Jangan main mulu. Tunjukin yang terbaik buat mama.”

Sekali lagi hatiku terasa terenyuh.

“Tidur sana. Malam sayang.”

“Malam juga, ma.”

Mama segera pergi dari kamarku. Aku merapikan kasur, gitar, file keeperku, dan menghabiskan susuku. Hari ini aku sudah mendapatkan sesuatu yang berharga. Mulai dari terpuruk hingga mendapatkan sebuah bintang yang amat terang yang akan menunjukkan aku ke jalan yang benar.



Terima kasih, ya Tuhan.

Bersambung...